Kamis, 29 Desember 2016

IMPLIKASI FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN



Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum atau bisa juga di sebut deduktif. Kebenarannya tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif. Kebenaran matematika pada dasarnya bersifat koheren. Seperti yang di kenal dalam dunia ilmu, terdapat tiga macam jenis kebenaran: 1) kebenaran koherensi atau konsistensi, yaitu kebenara yang di dasarkan pada kebenaran, kebenaran yang telah di terima sebelumnya, 2) kebenaran korelasional, yaitu kebenaran yang di dasarkan pada “kecocokan”dengan realitas atau kenyataan yang ada, serta 3) kebenaran pragmatis, yaitu, kebenaran yang di dasarkan atas manfaat atau kegunaanya.
Walaupun matematika bukan produk metode ilmiah tetapi kebenara matematika bersifat universal (tentu dalam semesta yang di bicarakan). Ke universalan kebearan matematika menjadikan lebih “tinggi dari produk ilmiah yang manapun juga matematika menjadi ratunya ilmu, sebab ia lebih penting dari logika (mengutip pendapat Bertrand Russel) dan menjadi pelayan ilmu sebab dengan matematika maka ilmu dapat berkembang jauh bahkan melebihi pemikiran manusia.
Dalam suatu pembelajaran guru harus memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang dan sebaiknya guru tidak boleh ragu dalam menerapkan proses pembelajarannya. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya jelas bahwa batang tubuh ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup : Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik, Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik (educator). Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student) Tujuan pendidikan (educational aims and objectives) Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution)

Rabu, 21 Desember 2016

Proses pembelajaran matematika bisa berkembang dengan baik dengan beberapa metode

           Ketika kita mengajar matematika guru mempunyai tugas agar peserta didiknya belajar untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, keterampilan, dan sikap tentang matematika itu. Hal tersebut harus sesuai dengan tujuan yang belajar yang di sesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. Hal ini bertujuan agar terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Interaksi akan terjadi apabila menggunakan cara yang cocok yang disebut dengan metode mengajar matematika. Yang dimaksud dengan metode mengajar matematika yaitu suatu cara atau teknik mengajar matematika yang disusun secara sistematis dan logis ditinjau dari segi hakekat matematika dan segi psikologinya.

Agar suatu proses pembelajaran berjalan dan berkembang dengan baik maka di butuhkan menggunakan beberapa metode yaitu di antaranya :
1. Metode Pembuktian
Hakekat matematika dapat didekati dari metode pembuktiannya dan bidang yang ditelaahnya. Apabila peserta didik sudah berhasil merumuskan suatu permasalahan, mereka itu perlu membuktikannya. Tetapi pembuktian ini harus berdasarkan argumentasi yang sahih, bukan asal-asal saja.
2. Metode Pemecahan Masalah
Sebagian besar ahli pendidikan patematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku. Pemecahan masalah harus menjadi fokus pada pelajaran matematika di sekolah. Sebagai hasil dari rekomendasi National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyarankan bahwa perhatian utama harus diberikan kepada :
a. Keikutsertaan murid-murid secara aktif dalam mengkonstruksikan dan mengaplikasikan ide-ide dalam matematika.
b. Pemecahan masalah sebagai alat dan tujuan pengajaran.
c. Penggunaan bermacam-macam bentuk pengajaran.
Seorang murid perlu memecahkan banyak masalah agar merasa senang terhadap prosesnya dan guru dapat berperan sebagai penuntun dengan memberikan pengalamannya selama bertahun-tahun dalam pemecahan masalah.
Tujuan pemecahan masalah matematika tidak lagi hanya terfokus pada penemuan sebuah jawaban yang benar, tetapi bagaimana mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahan yang masuk akal, beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya, kenapa jawaban atau pemecahan tersebut masuk akal. Kemampuan matematis seperti ini sangat relevan, mengingat masalah dunia nyata umumnya tidak sederhana dan konvergen, tetapi sering kompleks dan divergen, bahkan tak terduga. Kemamp  uan berpikir kritis, kreatif dan produktif sangat penting dalam menganalisa, mensintesa dan mengevaluasi segala argumen untuk mampu membuat keputusan yang rasional dan bertanggungjawab.
Contoh :
Kelas Kompetensi dasar  Masalah Matematika Mulai Kelas 3 SD Terampil dalam melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan Cacah Contoh
Seekor Sapi beratnya 12 kali berat bad an Kambing. Jika berat badan seekor Kambing 30 kg, berapakah berat badan Sapi tersebut ?
Penjelasan contoh :
Pada soal ini, masalah matematikanya telah disajikan secara explisit sehingga siswa gampang menjawabnya ,sebab:
(a)Operasi matematikanya sudah diberikan secara explisit, yaitu perkalian (perhatikan: seekor sapi beratnya 12 kali berat badan seekor kambing),
(b)Hubungan antara berat sapi dan berat kambing juga diberikan secara explisit yaitu 12 x,
(c)Berat seekor kambing juga diberikan secara explisit yaitu 30 kg,
(d)Ditanya: Berat Sapi
Dari analisis di atas, tampak bahwa untuk memecahkan masalah tersebut, siswa cukup memiliki keterampilan dalam mengalikan bilangan. Tidak ada prosedur lain, dan tak ada jawaban lain. Dengan unsur-unsur yang diketahui secara eksplisit di atas, jawaban siswa yang diharapkan adalah sebagai berikut:
(a) Diketahui: berat badan sapi = 12 x berat badan kambing
(b) Berat badan kambing = 30 kg
(c) Pertanyaan: berat badan sapi = ?(pertanyaan ini sangat konvergen, karena langsung mengarah secara explisit kepada apa-apa yang diketahui yaitu (a) dan (b))
(d) Penyelesaian: berat sapi = 12 x 30 kg =360 kg (cukup dengan melakukan substitusi pada (a), ini berarti, jawaban soal tunggal, prosedurnya pun tunggal, tidak ada kemungkinan jawaban lain).
3. Metode Proyek Matematika di Luar Kelas (Outdoor Mathematics)
Beberapa keahlian dalam matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kegiatan yang berkaitan dengan statistika. Kegiatan ini dilakukan di luar kelas, dan sebaiknya dalam kelompok, dan kelompok itu hanya diberi tugas. Mereka sendiri yang membuat perencanaannya dan melakukan pekerjaannya, serta membuat laporannya secara tertulis.
Yang berkaitan dengan stati sika ini dapat dilakukan di tepi jalan dekat sekolah mereka misalnya untuk menghitung banyaknya kendaraan yang lewat kaitannya dengan jenisnya atau kaitannya dengan perbedaan kurun waktunya. Sedangkan proyek lain yang dapat dilakukan juga dengan pengukuran misalnya tinggi gedung, tinggi pohon, perkiraan luas suatu daerah dan sebagainya.

Kamis, 15 Desember 2016

MEMBENTUK KARAKTER MELALUI MATEMATIKA




Pendidikan karakter dan penanaman nilai di Indonesia selama ini masih di lakukan seacara parsial dan di anggap menjadi tanggung jawab dan wewenang guru-guru tertentu. Penanaman nilai religious dominan guru agama,sedang penanaman nilai moral ,toleransi,nasionalisme di serahkan pada guru ppkn. Guru tersebut secara factual mempunyai keterbatasan untuk mengaitkan dangan konteks kehidupan sehingga pendidikan karakter dan penanaman nilai relative kurang berhasil.
            Kurangnya penanaman nilai dan karakter melalui pendekatan persial secara umum yaitu indikator yang sangat nyata yaitu tawuran,penggunaan narkoba,pemerkosaan,pergaulan bebas.kenyata.an seperti itu sudah cukup untuk menjadi alasan untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional yang sedang terpuruk. Penanaman karakter yang baik pada diri peserta didik sangat perlu di lakukan serius dan upaya tersebut tidak hanya tugas guru pendidikan agama saja,tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab bersama, termasuk guru matematika.
            . Pembelajaran matematika dapat dipandang sebagai suatu keadaan atau sifat atau bahkan nilai yang bersinergis dengan nilai-nilai karakter. Matematika sangat di harapkan menjadi sarana bagi pencapain tujuan ini yakni adanya perubahan tingkah laku dan sikap kepada anak didik yang mana Nilai karakter yang ada pada pembelajaran matematika adalah terbentuk pribadi yang berkarakter seperti jujur,kreatif,disiplin,rasa ingin tahu, mandiri,, dan kerja keras, di samping kemampuan berfkir matematis yang berpijak pada pemikiran logis dan sistematis, demikian pembelajaran matematika di harapkan tidak hanya mampu mengantarkan siswa untuk berhasil memperoleh prestasi,tetapi di harapkan pula adanya perubahan sikap dan karakter. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, namun salah satunya adalah untuk membentuk karakter siswa dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Karakter yang dimaksud di sini  adalah kemampuan siswa dalam berpikir untuk membedakan yang baik dan benar, mengalami emosi-emosi moral (bersalah, empati, sadar diri), melibatkan diri dalam tindakan-tindakan (berbagi, berderma, berbuat jujur), meyakini moralitas yang beradab dan bermartabat, dan menunjukkan kejujuran, kebaikan hati, dan tanggung jawab (Kemdiknas, 2010).
            Diharapkan seorang guru matematika dapat merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa, sehingga dapat membantu siswa dalam mengembangkan sikap dan kemampuan intelektualnya, dan produk dari pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin diri, dan pribadi yang konsisten. Pengaruh pembelajaran matematika yang dilakukan sebagian guru selama ini ternyata masih didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada dorongan untuk mengoptimalkan potensi diri siswa, mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya. Lebih parahnya adalah adanya anggapan bahwa seolah-olah pembelajaran matematika lepas dari pengembangan kepribadian siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor pengetahuan saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran yang demikian menjauhkan siswa dari sifat kemanusiaannya. Siswa seolah-olah dipandang sebagai robot atau benda/alat yang dipersiapkan untuk mengerjakan atau menghasilkan sesuatu, tidak peduli bentuk kepribadian apa yang berkembang dari diri seorang siswa.
Hal inilah yang diharapkan muncul dari pemikiran seorang guru matematika, bagaimana seorang guru matematika dapat mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya kepribadian siswa, seiring dengan berkembangnya nilai-nilai karakter yang ada dalam diri siswa saat belajar matematika. Nilai-nilai yang dibelajarkan kepada siswa di kelas sedapat mungkin juga mencakup nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara umum. Misalnya, melalui aktivitas diskusi, siswa dilatih untuk menghargai dan mengkritisi pendapat orang lain, menghargai kesepakatan, dan berlatih mengemukakan pendapat dengan argumentasi yang kuat. Nilai-nilai ini sebenarnya merupakan bagian kompetensi sikap yang harus dicapai siswa sesuai dengan tuntutan dalam kompetensi inti pertama dan kedua (sikap spritual dan sosial).